penelaahan sifat manusia bedasarkan letak geografis
Jawa
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.sifat orang jawa sendri ialah pekerja kera, rajin dan ramah dan orng jawa tutur katanya lembut bangat, berbeda dengan orang suku batak yang lebih cara bicatranya lantang atau keras.
Medan
Orang Medan, lebih khusus lagi orang Batak, kerap dianggap sebagai pribadi yang temperamental. Emosinya mudah naik, belum lagi nada bicara dan volume suaranya yang tinggi dan sangat terus terang.
Tapi jangan salah kira dulu. Nada tinggi belum bisa dijadikan patokan bahwa orang Medan atau orang Batak temperamental, kata sosiolog sekaligus antropolog dari Universitas Negeri Medan, Prof. DR. Bungaran Antonius Simanjuntak.Nada tinggi yang biasa keluar dari mulut orang Medan biasa dijumpai pada orang Batak dari pegunungan, seperti daerah Samosir. “Karena di sana wilayah perkampungannya jauh-jauh, di daerah pegunungan pula. Sehingga mereka harus berteriak-teriak untuk memanggil. Tapi hatinya belum tentu keras, sehingga tidak terpancing emosinya. Apalagi yang sudah terdidik,” tutur Prof. Bungaran.
Atas dasar itulah hipotesa yang mengatakan orang Medan atau orang Batak itu temperamental baginya tidak benar. Hal senada juga dikatakan Dra. Mustika Tarigan. Dosen Psikologi Perkembangan di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area. Nada tinggi memang menjadi karakter orang Medan, tapi nada tinggi tidak otomatis menjadi indikasi temperamental.
“Karakter mereka memang ekspresif. Dan cara mengekspresikannya sendiri lebih ekstrem, jadi terkesan emosional. Tapi tidak semuanya temperamental,” katanya. Ia maklum bagi orang dari daerah lain karakter seperti itu terkesan berlebihan.
Nada Tinggi
Nada tinggi yang diidentikkan dengan cara bicara orang Medan tidak selalu bisa disamakan dengan kemarahan, walaupun perasaan marah orang Medan lebih banyak diekspresikan dengan nada tinggi dan bahasa tubuh yang terlihat jelas.
Di satu sisi nada tinggi yang ekspresif itu bisa membuat lega, enak, dan puas orang yang mengekspresikannya karena ’sampah’ yang berada dalam dirinya keluar. Tapi, seperti diakui oleh Dra. Mustika, dampaknya bisa membuat orang lain tersinggung dan tidak bisa menerima ekspresi amarah yang terlontar itu.
Belum lagi adrenalin orang yang bersangkutan juga akan naik. Apa akibatnya? “Ia akan cepat lelah. Makanya, orang yang marah itu akan capek karena energinya terkuras. Itu sebabnya untuk mendinginkan diperlukan minuman,” ucapnya.
Di masyarakat lain bisa jadi kemarahan tetap diekspresikan dengan nada lembut atau malah diam lalu meninggalkan orang yang membuatnya marah tadi. Menurut Dra. Mustika, “Diam atau escape sebentar dari amarah merupakan cara mengontrol amarah, dan baru dicetuskan kemudian bila situasinya bagus. Kita bisa bilang, ’saya kok jadi marah ya dengan sikap kamu’. Bukan dengan kata-kata, ‘kamu membuat saya marah’. Karena kalau begitu, kita menyalahkan orang lain.”
Cara Dikendalikan :
Bagaimana pun menekan amarah itu tidak bagus, kata Dra. Mustika, sedangkan yang benar adalah mengontrol atau mengendalikannya. Ia mengakui bahwa untuk mengontrol atau mengendalikannya tidak mudah, butuh waktu mempelajarinya.
“Apa boleh buat, kita harus mengelola emosi. Caranya bisa dengan banyak bergaul atau meminta feedback atau umpan balik dari orang lain. Lalu juga harus menyadari bahwa permasalahan tidak akan selesai dengan luapan emosi,” tutur perempuan yang juga bergerak di LSM Pusat Kajian Perlindungan Anak ini.
Mengapa orang Batak yang tinggal di Pulau Jawa misalnya bisa tidak seemosional yang di Medan? Jangan lupa faktor lingkungan yang turut mempengaruhi emosi.
“Komunitas atau lingkungan akan berpengaruh terhadap diri seseorang. Maka orang Medan yang telah banyak bergaul dengan masyarakat heterogen, emosinya juga lebih terkontrol.
Tapi siapa pun kita, jika mau marah sebaiknya pertimbangkan dulu baik buruknya supaya tidak membuat orang lain maupun diri sendiri sakit.
Betawi
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh belanda ke batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa,Arab, Bali, Sumbawa, Ambon , Melayu dan Tionghoa.Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni jakarta dan bahasa melayu kroal yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia,” yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil.
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun kadang-kadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.
Sumber : (Diana Yunita Sari) Harian Kompas
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://leeiky.wordpress.com/2011/03/11/penelaahan-sifat-manusia-bedasarkan-letak-geografis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar